Mendirikan Sekolah-sekolah
Pada tahun 1960an, sekolah-sekolah masih sedikit. Sementara itu, kesadaran untuk menyekolahkan anak makin meningkat. Itulah sebabnya, pada tahun-tahun itu, niat membuka sekolah didiskusikan terus menerus. “Mula-mula mereka membuka Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Karya bersama Bapa Alo Moa, Bapa Nani Cengga dan Bapa Mutis. Dalam perjalanan waktu, setelah sekolah itu berjalan, mereka akhirnya berpisah”, jelas Mama Martina Pune, Sang pendamping hidupnya.
Baca Juga : Mengenal 25 Tahun Kopdit Hanura Borong: Herman Ruba Thuru, Hanura adalah Muara Impian
Guru Yulianus bersama rekan-rekannya mendirikan SMP Komodo dan menjadi kepala sekolah di situ. Kemudian SMP ini berganti nama menjadi SMP Dharma Bakti. Murid-muridnya membludak. Walaupun sekolah ini belum memiliki gedung sendiri, namun peminatnya sangat banyak. Sekolah ini adalah almamater Bapa Christian Rotok dan Bapa Antony Bagul Dagur, keduanya adalah mantan Bupati dan tokoh politik Manggarai.
Bersamaan dengan makin banyaknya tamatan SMP, muncul persoalan baru. Bagaimana kelanjutan pendidikan tamatan SMP ini sementara daya tampung SMA Takari yang dibuka tahun 1966, kemudian menjadi SMA Swadaya, sangat terbatas. Pilihan waktu itu adalah SMA Syuradikara di Ende. Namun ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Diskusi tentang membangun SMA sendiri menjadi salah satu pokok penting yang dilakukan oleh para pendidik di Ruteng. Pada tahun 1970, secara bersama mereka mendirikan SMAK St. Thomas Aquinas.
Baca juga : Ritus Teing Hang Empo dan Usaha Melawan Lupa
Guru Yulianus tidak hanya menginiasi lahirnya SMP Dharma Bakti dan SMA Aquinas. Bersama rekan-rekannya, ia mendirikan SMP Ranggu, SMP Pancasila Borong dan SMP Bealaing. “Bapa memiliki jiwa mendidik yang tinggi. Beliau sangat memerhatikan hal itu dalam seluruh proses pendampingan kami anak-anaknya. Bapa memberikan keleluasaan bagi kami untuk memilih bidang kami masing-masing”, ungkap Yoseph Paskalis Putera Man anaknya yang ketiga. Yoseph adalah pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat di Manggarai.
Guru Yulianus adalah pencinta seni. Sejak kepulangannya dari SGA Ndao-Ende, ia membawa atmosfir sastra dari Ende ke Ruteng. Dirinya membentuk kelompok teater. Kelak pengaruh itu begitu luas di SMAK St. Thomas Aquinas. Dia juga pembaca puisi yang hebat. “Pernah ada yang bercerita kepada saya bahwa kemampuan membaca puisi Bapa sangatlah luar biasa. Karakternya sangat kuat. Ia kerap dibandingkan dengan W.S. Rendra oleh mereka”, kisah Willy anak sulungnya.
Baca Juga : Menguak Teka-Teki Tanah Sengketa Labuan Bajo-Sisi Tilik Dokumen Tanah
Nilai estetika terungkap secara gamblang pada seni. Ia memberi ruang bagi anak-anaknya untuk mengekspresikan seni pada pelbagai bidang kehidupan. Kemampuan untuk mengelaborasi nilai pada bidang-bidang yang bervariasi menciptakan kemajemukan profesi pada anak-anaknya di rumah. Willy, anak sulung, pada karir puncaknya adalah pemimpin redaksi Koran nasional, Suara Pembaruan. Laurens Mega Man, putera keduanya adalah seorang pengacara kenamaan di Kupang. Pada bidang musik, Flavianus Nestorman atau lebih popular dikenal sebagai Ivan Nestorman, menjadi musisi nasional yang sangat terkenal karena berhasil memeroleh pelbagai penghargaan, termasuk AMI Award 2020. Salah satu penghargaan prestisius di belantika musik Indonesia. Anak perempuan semata wayangnya, Imelda M. Nggao, mengikuti jejak Bapa Yul menjadi guru. Imelda, anak kelima, anak bungsu, mengajar Bahasa Indonesia di SMPK Mardi Yuana, Depok, Jawa Barat. Imelda lulusan Jurusan Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Pak Yul juga mengajar Bahasa Indonesia.