Tombo Adak Pa’angn Olo-Ngaungn Musi
Sebagai anggota masyarakat yang tinggal dalam satu persekutuan komunal gendang [lonto golo, ka’eng beo], setiap orang memiliki hak dan kewajiban. Hak setiap orang dinyatakan dalam penerimaan individu, klannya dalam suku yang diakui sebagai bagian dari kehidupan publik beo. Individu yang diterima dan diakui eksistensinya memiliki hak untuk berdiam dalam gendang bersangkutan, menerima hak warisan tanah yang dibagi sebagai moso dari lingko-lingko yang dibagi oleh tu’a teno. Kewajiban yang ditanggungkan kepadanya ialah hidup sesuai tuntutan adak yang telah disepakati bersama.
Kehidupan komunal orang Manggarai mengenal istilah lingkon pe’ang, gendangn one yang berarti ada kesatuan yang tak terpisahkan antara tanah tempat mengais nafkah dengan gendang sebagai pusat kiblat hidup orang Manggarai. Karena itu, adalah kewajiban setiap orang yang berada dalam gendang bersangkutan untuk membangun rumah Gendang jika rumah itu sudah usang dan tak dapat dipakai lagi. Setiap anggota Gendang bahu membahu bekerja sama menuntaskan pekerjaan yang menjadi milik bersama. Demikianpun pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan banyak orang, persatuan persaudaraan sangat diandalkan.
Baca Juga : Siapa Menciptakan Tuhan?
Baca Juga : HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR: Upaya Distansiasi Teks dan Pembaca-Sebuah Diskursus Reflektif-Kritis
Tombo Adak Méka
Dalam tradisi adat-istiadat orang Manggarai ada pihak yang disebut dengan istilah méka. Méka adalah orang yang datang atau melintasi perkampungan tempat tinggal, yang kerap disebut sebagai “tamu” dalam bahasa sehari-hari. Dalam keseharian orang Manggarai, terdapat kebiasaan untuk mengundang orang lain dalam acara-acara khusus, misalnya pementasan tarian dan duel caci ketika pada tahun baru adak [penti] ataupun ketika ada wagal perkawinan. Mereka yang datang disebut méka. Maksud dari undangan yang dikeluarkan kepada méka adalah untuk mempererat persaudaraan dengan Gendang-gendang lain walaupun tidak memiliki ikatan kekerabatan entah karena satu keturunan [ca ema tu’a] maupun karena relasi perkawinan [woe nelu]. Kewajiban Gendang yang mengundang ialah mempersiapkan segala sesuatu yang perlu untuk penerimaan méka yang datang. Sedapat mungkin, gendang penerima memberikan yang terbaik. Gendang yang datang untuk turut serta dalam kemeriahan acara penti juga menampilkan diri dengan baik. Melalui acara itu terciptalah persaudaraan yang akrab.
Selain méka karena acara-acara adat, ada juga méka lako salang [tamu yang sedang dalam perjalanan]. Mereka juga mendapat perhatian selayaknya. Orang yang menerima méka lako salang dalam rumahnya memperlakukan mereka dengan segenap hati. Tradisi menerima méka di Manggarai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari integritas kepribadian mereka yang dilambangkan dengan pemberian sirih-pinang [cêpa] atau rokok [rongko] yang didahului oleh kebiasan yang disebut ris [sapaan pembuka] seperti, Ite, mai ce’e bo a [Saudaraku, selamat datang]. Setelah ris selesai, pemilik rumah menjamu sang tamu sesuai dengan kemampuannya yang terbaik. Peristiwa lejong [bertamu] memungkinkan orang Manggarai menerima seseorang dalam rumahnya dan menganggap yang datang sebagai bagian dari dirinya, meskipun sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatan.
Baca Juga : Frederikus Narut Taku: Kepala Desa yang Mengubah Haluan
Baca Juga : Sistem Ijon Sudah Pamit