Kota Natal-Festival Natal
Di bulan Desember, kota ini dihiasi indah dengan pelbagai pernak-pernik bernuansa natal. Lampu natal beraneka warna dipasang sepanjang jalan secara swadaya oleh masyarakat. Pohon-pohon natal disertai dengan patung sinterklas menjadi ajang pengayaan dan ekspresi seni kawula muda. Bahkan kota ini pernah meraih penghargaan dari MURI sebagai pemilik pohon natal raksasa. Pohon Beringin di tengah kota dihiasi lampu natal sehingga ini adalah pohon natal terbesar yang pernah ada di Indonesia. Seturut catatan PMIR, Pohon Natal di Kota Ruteng dengan ketinggian 35 meter mengalahkan pohon natal yang sama di Purwokorto yang tingginya hanya mencapai 25 meter.[4]
Pada tahun-tahun yang lalu, natal disertai dengan berbagai kegiatan rohani dan seni semisal Christmas Concert. Belum setiap Komunitas Umat Basis yang berlatih koor di setiap paroki menyemarakkan persiapan natal. Jikalau kita menjejali kota ini di hari-hari jelang Perayaan Natal, tak dapat ditolak predikat ini: Ruteng adalah Kota Natal.
Sebagai Kota Natal, ada banyak hal yang dapat dilakukan, termasuk di dalamnya festival natal. Festival Natal ini menjadi event tahunan yang dilakukan untuk menciptakan kekhasan kota ini dalam tema natal. Riilnya, kota ini didandani secantik mungkin dalam ornament-ornamen natal. Jalanan menjadi bersih dihiasi lampu dan pohon natal. Kawasan terbaik diberi penghargaan.
Ada perlombaan menggambar, termasuk gambar mural bagi anak-anak TK, SD hingga SLTA. Juga perlombaan menulis essay, cerita pendek, puisi natal. Pementasan-pementasan seni semisal drama, konser, tari natal dilakukan di beberapa lokasi yang berbeda. Inisiatif datang dari warga kawasan tertentu (bisa berbasis kampung, kelurahan, parokial). Sejalan dengan itu, dilakukan pameran-pameran hasil seni budaya: seni kriya, lukisan, songke, yang memberi nuansa keindahan bagi warga kota pun pengunjung dari luar. Peserta terbaik mendapat penghargaan dari Pemda.
Festival Natal membuka ruang seluas-luasnya bagi warga kota ini untuk mengkespresikan diri. Hakikat perayaan Natal adalah Inkarnasi, Allah menjadi manusia. Ini adalah moment pemerdekaan kita. Salah satunya, kita mengekspresikan bakat, kemampuan, daya yang kita miliki untuk menjadi sebuah tindakan dan aksi yang berdaya positif. Jikalau ini terus dilakukan menjadi sebuah mainstream action di kota ini, tak dapat dinafihkan, suatu saat kota Ruteng menjadi destinasi peziarah natal dari seluruh dunia. Mari bergerak!***
[1] Dalam perspektif saya, kehadiran Belanda ke Nusa Tenggara, khususnya ke Flores diawal abad ke-20 ada dalam situasi Politik Etis. Saat itu mereka datang hanya untuk menolong masyarakat yang belum tersentuh pembangunan. Sehingga, apa yang disebut “perlawanan” oleh orang-orang lokal, bukanlah sebuah pertarungan melawan penjajah melainkan sebuah salah pengertian atas maksud baik Belanda yang sudah diberi predikat colonial. Pendalaman bisa diliha pada: Dami N. Toda, Manggarai Mencari Pencerahan Historiografi (Ende: Nusa Indah 1999), hal. 328; Bdk. Cribb, Robert (1993). “Development Policy in the Early 20th Century”, in Jan-Paul Dirkse, Frans Hüsken and Mario Rutten, eds, Development and Social Welfare: Indonesia’s Experiences under the New Order (Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-Land- en Volkenkunde), hal. 225-245.
[2] Kanisius Teobaldus Deki, Membangun Kerajaan Allah-Membentuk Komunitas Kasih (Yogyakarta: Asdamedia, 2020), hal. 35.
[3] Dami N. Toda, “Catatan Sejarah: 80 Tahun Kota Ruteng” dalam: Antonius Hagul dan Cosmas D. Lana (eds.), Manggarai Kemarin, Hari Ini dan Esok (Ruteng, 1989), hal. 23.
[4] Lihat: http://manggarai-raya.blogspot.com/2014/01/pohon-natal-ruteng-masuk-rekor-muri.html. Diakses 3 Desember 2021.