Sebuah Tuturan Dari Pengalaman Mendampingi Masyarakat Adat Gendang Tenda
Bagian I
All men are intellectuals, one could therefore say:
but not all men have in society the function of intellectuals
(A. Gramsci-The Prison Notebooks)
- PENDAHULUAN
Lembaga adat di Manggarai memiliki peran yang sangat strategis di masa lalu. Lembaga adat ini merupakan pemerintahan local (local government) di Manggarai yang disebut dengan istilah “Adak”. Adak merupakan pemerintahan otonom yang memiliki perangkat dan sistem tersendiri dengan cakupan wilayah kekuasaan khusus. Kenyataan ini kemudian berubah ketika daerah-daerah kerajaan di seluruh nusantara berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih-lebih ketika bentuk desa gaya baru diperkenalkan di Manggarai dan diwajibkan di akhir tahun 1950-an untuk menggantikan pemerintahan “golo” atau “beo” (kampung) hingga “adak”.
Kenyataan memperlihatkan bahwa ada ketidaksebandingan antara pengetahuan dan kemampuan para pemangku adat dengan tugas mahaberat yang diembannya untuk membangunan tatanan kehidupan berbasis budaya demi mencapai masyarakat yang berkarakter dan berbudaya. Ketidakseimbangan ini di satu pihak merupakan kelemahan, namun di sisi lain merupakan peluang untuk diintervensi dengan cara yang positif yakni keterlibatan para cendekia dalam melakukan pendampingan terhadap lembaga adat.
Artikel ini lebih merupakan sebuah refleksi dari keterlibatan (praxis) hidup bersama warga masyarakat adat, melakukan pendampingan dan akhirnya menghasilkan sebuah karya atau kerja bersama yang menakjubkan. Sebuah mahakarya yang tidak saja menjadi sebuah artefak budaya tetapi lebih dari itu sebuah symbol perpaduan yang indah antara semua unsure manajerial dan nilai kemanusiaan.