Kanisiusdeki.com – Michael Ogos lahir pada 31 Desember 1937 di Cancar. Pendidikan dasar dilaluinya di kampung asalnya, Cancar. Kemudian ia masuk di SMP Tubi. Usai menamatkan pendidikan menengah pertama, Michael hijrah ke Ende dan memasuki gerbang SMA Syuradikara. Cita-citanya yang besar membawa dirinya menuju kota gudeg, Jogjakarta. Dia belajar di IKIP Sanata Dharma. Tatkala sudah tamat, dirinya mengabdi kembali ke almamater tercinta SMA Syuradikara.
Baca Juga : Awas Bulan Maria!
Baca Juga : Yoseph Tatu : Motivator yang Visioner
Ketika di Ruteng dibuka sekolah menengah atas, Michael datang dan mengabdi di sekolah ini. Kala itu, Yoseph Tatu, B.A menjadi kepala sekolah. Mereka datang dari perguruan yang sama. Sekolah ini didirikan pada tahun 1965 dengan nama mula-mula SMA Takari Ruteng, kemudian berganti nama menjadi SMA Swadaya Bersubsidi Ruteng dibawah naungan Yayasan Pembangunan Pendidikan Manggarai (YPPM). Beberapa tahun kemudian berganti nama menjadi SMA 526 melalui Surat Keputusan Penegerian dari SMA Swadaya Bersubsidi Ruteng yang pengesahannya dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dengan SK Nomor 0299/O/1978, tanggal 15 September 1978. Dalam perjalanan waktu, pada tahun 1984 berubah lagi menjadi SMA Negeri I Ruteng karena kehadiran SMA Negeri 2 Ruteng.[1] Ketika makin banyak sekolah negeri di Manggarai, sekolah ini berganti nama menjadi SMA Negeri I Langke Rembong, mengikuti nama kecamatan tempat ia berdomisili.
Baca Juga : Siapa Menciptakan Tuhan?
Baca Juga : HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR: Upaya Distansiasi Teks dan Pembaca-Sebuah Diskursus Reflektif-Kritis
Dengan dibukanya sekolah ini banyak murid mendaftar. Animo untuk belajar ke tingkat yang lebih tinggi tiba-tiba sangat besar. Berlomba-lomba orangtua menyekolahkan anaknya. Tentu selain ke seminari. Akibatnya, jumlah siswa lebih besar dari daya tampung sekolah. Di saat itulah muncul SMA St. Thomas Aquinas. Sekolah baru ini butuh kepala sekolah. Bapa Michael Ogos didapuk menjadi kepala sekolah pertama (1970-1972).
Pribadi yang Disiplin
Michael Ogos dikenal sebagai pribadi yang disiplin. Ia berusaha hadir tepat waktu. Dalam seluruh spirit hidupnya, kedisiplinan merupakan ciri yang mengental pada kepribadiannya. “Pak Mickhael selalu tepat waktu masuk kelas. Beliau berusaha menanti di luar kelas sebelum jam mengajarnya. Memang sekilas kelihatan sangat kaku tetapi begitulah cara beliau mendidik supaya peserta didiknya dilatih untuk disiplin”, ungkap seorang mantan muridnya.
Baca Juga : Frederikus Narut Taku: Kepala Desa yang Mengubah Haluan
Baca Juga : Sistem Ijon Sudah Pamit
Pada masanya itu, kedisiplinan menjadi salah satu instrument agar peserta didik terlatih memanfaatkan waktu dengan baik. Bahkan saking saklaknya, kedisiplinan menjadi alasan untuk bertindak keras. “Sebagai Kepsek dan guru, Pak Michael tak segan-segan memberi sanksi yang berat jika terlihat siswa dan guru tidak disiplin. Banyak siswa yang dikeluarkan karena tidak disiplin”, komentar seorang mantan muridnya.
Dalam kesaksian seorang anak mantunya, Sensi Sebastianus, sikap disiplin Bapa Michael sering disalahtafsirkan. “Hati Bapa Mickhael itu sangat lembut. Ia mau anak-anak didikannya menjadi orang baik di kemudian hari. Hal itu tidak mudah. Maka diperlukan latihan terus menerus membina diri”, jelasnya.
Baca Juga : Paulus Opot: Pegawai Teladan yang Mencintai Pendidikan
Baca Juga : Markus Malar Taku: Bangun Kembali Menjadi Sekolah Favorit!
Konsep ini sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam pepatah bahasa latin: “Bona Culina, bona disciplina” yang dapat diterjemahkan: Dapur baik akan menentukan disiplin baik. Kata disiplin akar katanya dari bahasa latin discipulus yang berarti murid. Dari akar kata ini menjadi jelas bahwa disiplin merupakan sebuah keutamaan seorang murid. Dapur dalam ungkapan di atas adalah sekolah kehidupan, tempat ia memasak segala hal yang dibutuhkan dalam hidup.[2]
Penyayang Keluarga dan Pengabdi Masyarakat
Kendati ada pihak yang mengatakan bahwa karakter Bapa Mickhael keras, namun sebenarnya ia memiliki sikap yang sangat lembut. Ia kerap terlihat marah karena tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya besar. “Bapa Mickhael adalah penyayang keluarga. Ia pribadi yang mempersatukan keluarga, menampung anak-anak keluarga untuk menjadi anak yang kelak mandiri. Dalam ungkapan Manggarai, Bapa Michael seorang pribadi yang “Anggom Ase-Kae”. Itu adalah salah satu kekuatannya”, lanjut Sensi Sebastianus.
Baca Juga : Paulus Do : Non Scholae, sed vitae discimus!
Baca Juga : Kami Optimis Untuk Ke Depan:
Sejarah membenarkan prinsip disiplin Bapa Michael Ogos. Dari didikannya lahir banyak tokoh yang membangun Manggarai dalam dunia birokrasi: Antonius Kanja, Aloysius Abar, Marthen Djekau, Hendrik Angkat dan tokoh pendidik seperti Anselmus Deo.
Pada akhir masa jabatannya selaku guru tahun 1998, ia memiliki niat yang besar untuk terus mengabdi masyarakat. Ia lalu terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Manggarai pada tahun 1999. Ia memiliki ikhtiar yang besar untuk membaktikan diri sepenuhnya bagi masayarakat Manggarai.
Pria dari Cancar ini menikahi Ibu Agnes Udut tahun 1963. Dari perkawinan mereka lahirlah 5 orang anak: Agustina Djelu, Maria Mur, Tarsisius Andi, Mariana Ansila dan Margarteha Ogos.
[1] https://www.sman1langkerembong.sch.id/sejarah-sekolah. Diakses 1 Mei 2021.
[2] Pius Pandor, Ex Latina Claritas (Jakarta: Obor, 2010), hal. 101.