Sosok

Menulis Buku, Bangun Budaya Literasi Dalam Koperasi Kredit di Indonesia

Membangun Budaya Literasi Kopdit

Dalam arus riuh rendah gemuruh tema literasi yang menjadi main stream percaturan wacana di Indonesia belakangan ini, GKKI juga mengambil bagian secara aktif. Hal itu ditandai oleh pembangunan media dalam GKKI, dimulai dari Inkopdit.

Kehadiran Majalah PICU yang diinisiasi dan dikelola oleh Inkopdit menjadi sumber inspirasi dan informasi untuk bertukar pengalaman dalam pengelolaan Kopdit sekaligus menjadi medium konsolidasi ide bagi semua pegiat Kopdit di seluruh Indonesia. Opini-opini yang dipublikasi melalui PICU memupuk kecerdasan sekaligus memancing daya kreatif melalui olahan konsep yang dielaborasi sesuai konteks masing-masing Kopdit.

Pada tahun 2023 ini, saya mendapat kepercayaan untuk menulis dua Kopdit. Pertama nian, sebuah Kopdit di Kota Bajawa, Flores. Bukunya berjudul: Satu Hati Membangun Kesejahteraan Bersama-40 Tahun Kopdit Sehati (Jogjakarta: AsdaMedia, 2023).  Kopdit ini bernama Sehati. Kopdit ini lahir dari rahim pemikiran para pegawai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngada. Mereka lalu mendirikan Kopdit Sehati (dari kata: Satu Hati) untuk mengatasi kesulitan ekonomi mereka. Dari lingkup dinas, Kopdit ini kemudian menjalar menjumpai masyarakat luas hingga saat ini anggotanya sudah berada di beberapa kabupaten.

Apa yang menarik dari acara launching buku di Bajawa pada 6 Mei 2023 adalah pesan dalam acara itu untuk membangun budaya literasi dalam Kopdit. Hal yang sama diulang kembali pada saat acara launching buku General Manager Kopdit Swasti Sari, Yohanes Sason Helan di Kupang 5 Agustus 2023, dengan judul: Bangun Kesejahteraan Masyarakat NTT Untuk Indonesia (Jogjakarta: AsdaMedia, 2023). Bapa Rommy Woga, sebagai salah satu keynote speaker mengatakan bahwa kita perlu terus membangun budaya literasi dalam Kopdit.

Budaya literasi dalam Kopdit bisa dipahami sebagai  sebuah habit untuk membaca dan menulis serta berpikir kritis. Tujuannya agar terciptanya tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga menciptakan inovasi-inovasi yang berdaya guna dalam Kopdit. Melalui penerbitan artikel, berita pun buku, terdapat kebiasaan menulis sejarah kelahiran lembaga, tokoh-tokoh perintis Kopdit yang mengubah, dan tatanan nilai yang menciptakan karakter pelaku dan pegiat Kopdit yang sesuai dengan prinsip dan jati dirinya.

Kebiasaan menulis, membaca dan berpikir kritis dalam Kopdit lalu menjadi sebuah budaya untuk memotivasi anggota dan masyarakat untuk terlibat dalam gerakan mulia ini. Tulisan yang menarik dan menggugah memiliki daya dorong yang kuat untuk menggerakkan perubahan dan mengajak orang terlibat di dalamnya. Di sisi lain, kekuatan sebuah publikasi dapat menolong orang untuk menggali lebih dalam ide dan konsep serta mengembangkannya secara kreatif.

Selain itu, budaya literasi membangun kemampuan dokumentatif yang baik dalam Kopdit. Melalui sebuah buku, perkembangan lembaga dari masa ke masa terdeteksi secara teratur. Dari sanalah para generasi pelanjut Kopdit akan meneruskan visi dan misi lembaga itu dan mengembangkannya secara kreatif dan inovatif.

Akhirnya, buku tentang Kopdit menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan sebagai salah satu pilar penting Kopdit. Anggota diajak untuk membaca dan mencintai lembaganya. Semangatnya terus dipicu. Ia dapat berbicara kepada orang lain tentang Kopdit dari pengalaman membaca dan merefleksinya sendiri. Ia dapat berkata-kata lancar karena berpengetahuan. Inilah terjangan yang menjadi fokus budaya literasi dalam Kopdi yakni semua komponen sama-sama memiliki kompetensi karena kemampuan membaca, menulis dan berpikir kritis-inovatif.***

Laman sebelumnya 1 2 3

Kanisius Deki

STIE Karya, KSP Kopkardios Ruteng,NTT

Artikel Terkait

Back to top button