Kopi di Indonesia dan Manggarai
Dari Eropa, Belanda membawa kopi ke Pulau Jawa dan dikembangkan di sana lalu berikutnya daerah-daerah lain di Indonesia. Pada masa tertentu kopi dari Jawa sempat mendominasi pasar kopi dunia. Saat itu secangkir kopi lebih popular dengan sebutan “Cup of Java” atau “Secangkir Jawa”.[5]
Baca juga : Penga Kornelis : Koperasi Itu Jiwa Kita
Baca juga : Yulianus Man: Bapa Pendiri Sekolah dan Pencinta Seni
Sejalan dengan semangat Belanda untuk menanam banyak kopi di Indonesia, mereka melakukan ekspedisi ke Manggarai tahun 1908. Mereka menemukan bahwa Manggarai merupakan salah satu daerah yang cocok untuk tanaman kopi. Budidaya tanaman kopi yang dibawa Belanda kemudian diteruskan oleh para misionaris yang mulai melakukan misi sejak tahun 1912. Jejak-jejak kehadiran kopi di Manggarai dikenal dengan istilah Kopi Tuang. Kopi Tuang memiliki dua arti. Pertama, kopi Tuang adalah sebutan untuk pemberi kopi yakni para “Tuang” (Bahasa Manggarai: Tuan) hal mana menurujuk pada pegawai pemerintahan Belanda (Controleur) pun para pastor yang adalah orang Belanda. Kedua, Kopi Tuang adalah minuman untuk para tuan. Bukan minuman rakyat biasa. Sebuah jenis minuman yang khusus (special).
Pada tahun 1920-an, Pemerintah Kolonial Belanda mencanangkan wilayah Colol sebagai sentra pengembangan tanaman kopi. Pada masa itu, Pemerintah Kolonial Belanda menjelaskan bahwa wilayah Colol sangat cocok untuk mengembangkan tanaman kopi.[6] Pada tahun 1937, Pemerintah Kolonial Belanda menyelenggarakan sayembara pada tingkat Sunda Kecil[7] untuk memilih petani kopi terbaik. Sayembara tersebut dimenangkan oleh seorang warga Colol atas nama Bernadus Ojong (alm) dan diberikan hadiah berupa bendera dan sebilah parang. Bendera yang berwarna Merah-Putih-Biru dan bagian tengahnya bertuliskan “Pertandingan Keboen Kopi Manggarai” dan gambar ”Daun Kopi Arabika” . Bukti sejarah tersebut masih tersimpan rapih oleh anaknya sampai saat ini.[8] Dari wilayah Colol, kopi berkembang ke berbagai penjuru di Manggarai.