Beberapa waktu lalu saya mendapat kesempatan dari Yayasan Ayo Indonesia, didukung oleh Yayasan Kehati, untuk menjelajahi 12 Kampung Kopi di Manggarai, Flores, NTT. Perjalanan ini sungguh menyenangkan. Pada kesempatan ini saya membagikan pengalaman tentang perjalanan itu kepada para pembaca.
Sebagian naskah ini pernah dipublikasi oleh Harian Umum Pos Kupang edisi cetak mulai 11 Februari 2021. Saya publikasi juga di sini dengan naskah yang cukup lengkap.
Asal Muasal Kopi Dunia
Literatur tentang kopi mencatat bahwa tanaman kopi mula-mula berasal dari Abyssinia, sebuah daerah di Afrika. Daerah ini mencakup wilayah negara Etiopia dan Eritrea.[1] Sejauh ini, tidak banyak literature yang menjelaskan bagaimana orang-orang Abyssinia membudidayakan tanaman kopi dan mengkonsumsinya. Dari catatan sejarah, kopi sebagai minuman pertama kali dipopulerkan oleh orang-orang Arab. Biji kopi dari Abyssinia dibawa oleh para pedagang Arab ke Yaman dan mulai menjadi komoditas komersial.[2]
Baca juga : Opus Caritatis Pax: In Memoriam P. Servulus Isaak SVDOpus Caritatis Pax: In Memoriam P. Servulus Isaak SVD
Baca juga : Dilige et quod vis fac!
Sejak saat itu, bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka mengendalikan perdagangan lewat pelabuhan Mocha, sebuah kota yang terletak di Yaman. Dari pelabuhan Mocha biji kopi diperdagangkan hingga ke Eropa. Saat itu Mocha menjadi satu-satunya gerbang lalu-lintas perdagangan biji kopi, sampai-sampai orang Eropa menyebut kopi sebagai Mocha.[3]
Di abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri. Pertama-tama mereka mengembangkannya di Eropa, namun iklim di sana tidak cocok untuk tanaman kopi. Kemudian mereka mencoba membudidayakan tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai penjuru bumi. Upayanya berhasil, orang-orang Eropa mampu menggeser dominasi bangsa Arab dalam memproduksi kopi.[4]