Membaca Sikap Fungsionaris Adat
Setelah Kraeng Dalu Haji Ishaka meninggal, ada 3 orang yang menjadi penerus Fungsionaris Adat Nggorang: Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhamad Syair. Kegaduhan persoalan tanah di Labuan Bajo menggugah mereka untuk mengelurkan satu dokumen tertulis. Dokumen itu diberi judul: Surat Pernyataan Tentang Kedaulutan Fungsionaris Adat Nggorang Atas Tanah Adat Ulayat Nggorang di Wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat.
Baca juga : Yulianus Man: Bapa Pendiri Sekolah dan Pencinta Seni
Ada 4 point penting dinyatakan dalam surat itu. Dalam point 1 disebutkan ha katas tanah sekitar 3.000ha yang telah diserahkan kepada banyak pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah. Point 2 menegaskan bahwa sejak otoritas Fungsionaris Adat menyerahkan tanah kepada para pihak, Fungsionaris Adat tidak lagi memiliki kewenangan atas tanah-tanah itu. Point 3 menyatakan bahwa setiap pihak yang telah memeroleh tanah tersebut dengan tata cara budaya Manggarai “kapu manuk-lele tuak” telah sah menjadi pemilik. Point 4 menyatakan bahwa siapa saja yang ingin memanfaatkan tanah tersebut langsung berurusan dengan pemiliknya.
Dokumen itu ditandatangani oleh Fungsionaris Adat atas nama Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhammad Syair. Pihak yang juga menandatangani dokumen itu selaku saksi antara lain: Haji Muhammad Syahip, Antonius Hantam, Haji Muhammad Abubakar Djudje, Abubakar Sidik, Theo Urus, Muhammad Sidik, Fransiskus Ndejeng, Muhammad H. Ishaka Bakar.
Jika membaca dokumen ini, sangatlah jelas bahwa Fungsionaris Adat sudah menyediakan ruang yang jelas bagi pemilik untuk melakukan apa saja atas tanah di maksud. Dokumen itu dikeluarkan pada 1 Maret 2013 di Labuan Bajo.
Baca juga : Walter Wasibin Wisang: Konseptor, Sekretaris Tulen di Semua Lini
Jika memang demikian alur kebijakan Fungsionaris Adat, maka wajarlah kalau kemudian penerus Kraeng Dalu Haji Ishaka dalam diri anak-anaknya, memberikan keterangan alas hak atas tanah di Toroh Lemma Batu Kallo kepada Dai Kayus untuk disertifikat (bdk. Dokumen Surat bertanggal 21 Desember 2015). Demikian halnya sikap BPN, tanpa keraguan memanggil Fungsionaris Adat Nggorang dalam diri H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka. Simpulannya jelas, tanah ini bukanlah milik Pemda Manggarai (kemudian Manggarai Barat).
Dengan diterbitkannya sertifikat tanah atas nama Dai Kayus di Toroh Lemma Batu Kallo bukan hanya membatalkan hak kepemilikan tanah itu atas nama Pemda Manggarai tetapi juga tidak mengakui fakta itu. Dengan kata lain, proses pengurusan yang belum final oleh Pemda Manggarai menjadi fakta tak terbantahkan bahwa tanah itu tidak bisa dikata sebagai milik Pemda Manggarai.