Pencinta Keluarga
Bapa Markus menikahi Mama Anatasia Rijung, gadis kelahiran Waso, 16 Des 1945. Mama Anastasia menyelesaikan pendidikan dasar di SDK Ruteng 3, lalu dilanjutkan dengan SKKP. Bapa Markus jatuh hati padanya, lalu mereka memutuskan untuk menikah.
Pernikahan itu dikarunia 9 orang anak: Maria Matilda Paus, Martina Ferdina Paus, Yosefina A. Hadia Paus, Ardianus Adi Paus, Ferdinandus F. Paus, Theresia Kristina Suryanti Paus, Pius Avilianus Paus, Fransiskus Xaverius Paus dan Mateus Ronaldus Paus. Sayangnya, dua anak keburu dipanggil Tuhan: Adrianus dan Ferdinandus.
“Kesan saya bapa Markus penyayang keluarga. Ia sabar, penuh kasih sayang dan rendah hati. Hal yang kami ingat waktu kecil, biasanya jelang Hari Raya Natal, Bapa membeli baju natal. Tanpa kami tahu tiba-tiba kami dipanggil satu-satu, lalu disuruh mencoba baju yang telah dibelinya bersama Mama. Luar biasanya, baju yang telah mereka beli ukurannya pas untuk kami semua. Saking sayangnya Bapa terhadap kami, ukuran baju setiap anak beliau tahu semua”, kisah salah seorang anaknya, Vian Paus.
Sebagai salah seorang tokoh dari kampungnya di Coal dan Lewur, rumah Bapa Markus menjadi salah satu tumpangan orang-orang sekampungnya. Ia dengan sukarela menolong orang-orang yang membutuhkan bantuannya. Ia menyayangi keluarga besar dan semua orang. Sikap bijaksana ditampilkanya dalam mengurusi masalah-masalah yang ada.
Kendati mantan pejabat, hidupnya tetap dilumuri kesederhanaan. Kepribadiannya yang tegas dalam prinsip namun lembut dalam cara memberi ruang bagi orang-orang di sekelilingnya paham bahwa hidup mesti memiliki prinsip yang jelas. Namun rupanya kesahajaan hidup dan kecintaannya terhadap keluarga harus pupus ditelan nasib. Pada 5 Desember 1991 Bapa Markus meninggal dunia. “Itu peristiwa paling menyakitkan dalam hidup kami. Kami dipaksa oleh maut untuk kehilangan orang yang sangat mencintai kami dan paling kami kasihi”, ungkap Mama Anastasia.
Sejak saat itulah Mama Anastasia melanjutkan perjuangan Bapa Markus menjadi anggota Yayasan Nucalale dan mengurus anak-anak. “Kami sungguh bersyukur bahwa Bapa Markus membekali kami kemampuan untuk bertahan hidup secara kstaria. Kami berterima kasih untuk pendidikan yang telah dibagikan kepada kami secara spontan, tanpa kami sadari, membuat kami terus bertumbuh dan bisa membangun lagi kehidupan secara baik”, jelas mama Anastasia.
Matanya berkaca-kaca namun dari raut wajahnya terpancar kebanggaan dan rasa syukur bisa melewati semua tantangan kehidupan. Doakan kami Bapa Markus!