Kelompok Ca Nai Bangka La’o
Bangka La’o merupakan sebuah desa yang letaknya di antara desa Cumbi dan desa Lolang. Baik desa Cumbi maupun Lolang, dua-duanya adalah desa dampingan Yayasan Ayo Indonesia. Jika Cumbi dan Lolang berada di daerah yang konturnya tidak rata, lahan petani di Bangka La’o umumnya berada di daerah yang lumayan rata. Bangka La’o berada di lembah.
Baca juga : Bangkit Lagi Untuk Berhasil Menengok Kelompok Sinar Pagi Nampong
Baca juga : Kesaksian yang Membuka Mata
Desa ini dikenal juga sebagai salah satu penghasil buah jeruk di zaman lampau. Kini budidaya jeruk sudah makin berkurang. Mereka mulai budidaya sayur-sayuran dan menjadi salah satu pemasok sayur-sayuran untuk kota Ruteng. Hal ini semakin berkembang setelah mereka membentuk kelompok tani dan bergabung dengan Yayasan Ayo Indonesia.
Kelompok mereka diberi nama “Ca Nai” (Satu Hati), sama dengan nama kelompok tani di Cumbi. Kelompok ini berusaha bahu membahu saling menolong satu sama lain, mulai dari pengerjaan kebun, perawatan hingga pemanenan. Jumlah anggota kelompok 40 orang. “Kami memiliki latar belakang berbeda-beda. Beberapa di antara kami adalah orang-orang yang pulang merantau dari Malaysia dan daerah-daerah lain di Indonesia. Di tempat rantau kami berpikir, tanah kita juga di Manggarai subur, mengapa tidak kita garap secara serius? Mengapa kita datang ke sini hanya untuk jadi pekerja di kebun sawit? Lalu kami putuskan untuk pulang. Kami senang bahwa kami menemukan jalan pulang untuk bekerja di daerah sendiri”, kenang Bapa Adrianus Jenudin, 55 tahun, ketua kelompok tani ini.
Baca juga : Masyarakat Lungar: Kopi Menjadi Andalan Hidup
Baca juga : Menjelajahi Kampung Kopi Manggarai, Flores, NTT
Kesadaran itu memicu mereka untuk berkumpul dan bersatu dalam wadah kelompok. Mereka berpikir, jika mereka bersama, mereka akan menjadi kuat. Lalu muncullah identitas mereka sebagai kelompok tani. “Kami lalu dipercaya oleh banyak pihak, baik Yayasan Ayo Indonesia maupun pemerintah daerah. Mereka bertanya, apa yang bisa kami bantu? Kami bilang, datanglah dan lihatlah daerah atau wilayah kami, apa potensinya? Bantulah kami sesuai potensi wilayah kami”, jelas Bapa Blasius Nanut, 51 tahun, anggota kelompok.
Pemerintah daerah memberi mereka pelbagai bantuan. Bibit kayu, bibit kopi bersama peralatan yang diperlukan. Yayasan Ayo datang melakukan pendampingan. Pendidikan dan pelatihan ketrampilan digelar. “Sejak ada Yayasan Ayo kami dilatih untuk membuat benih sendiri, pupuk sendiri yang organik dan menggali lubang tanam secara benar. Kami dilatih untuk menyambung kopi robusta dengan Arabica. Luas lahan kami rata-rata 0,50ha-1,5ha. Dalam lahan ini kami tanam 300-1.000 pohon kopi. Kami juga dibantu untuk membuat tanaman pelindung. Di sini kami budidayakan tanaman cengkeh juga, sekaligus sebagai pelindung kopi”, jelas Bapa Adrianus.
Baca juga : Opus Caritatis Pax: In Memoriam P. Servulus Isaak SVD
Baca juga : Menguak Teka-Teki Tanah Sengketa Labuan Bajo-Sisi Tilik Dokumen Tanah