Catatan Reflektif-Kritis atas Hermeneutika Ricoeur
Posisi “Teks Aktual”[9] dan Interpretasi Atasnya
Harus diakui bahwa pemikiran Ricoeur tentang teks dan usaha distansiasi demi suatu pembacaan kembali untuk menggapai makna yang terkandung di dalamnya sangat penting. Dari Ricoeur kita menjadi sadar bahwa sebuah teks akan selalu aktual bila kita berusaha untuk membuat sebuah tafsiran kreatif yang mengindahkan jarak-jarak tertentu sehingga makna apa yang dihasilkan bukan hanya merupakan penemuan yang mewakili interese pribadi melainkan sungguh apa yang menjadi isi teks.
Hal tersebut di atas menjadi benar kalau seandainya teks itu berasal dari zaman lampau di mana yang menulis telah tiada karena dengan demikian kita tidak mempunyai referensi langsung lagi selain teks yang ada. Tetapi ketika kita diperhadapkan dengan teks aktual yang perlu ditafsir dan penulis yang menghasilkan teks itu masih ada, bukankah kita masih memiliki akses untuk menanyakan langsung apa yang telah disampaikannya lewat karya tulisnya [bila ada hal yang perlu diklarifikasi, misalnya]? Sebuah contoh aktual. Kivlan Zen menulis buku yang menurut banyak pihak merupakan “aksi buka-bukaan” tentang rahasia intern korps ABRI, khususnya keterlibatan Wiranto dalam kasus-kasus berdarah di negeri Indonesia ini. Buku itu [isi dengan maksud tertentu] di satu sisi, serta kehidupan manusia Indonesia [khususnya Wiranto dan para petinggi ABRI yang lain] di sisi lain adalah teks yang padanya kita akan membuat penafsiran untuk menemukan makna atau arti dari teks itu. Kisah-kisah yang tertera dalam teks [buku dan kehidupan manusia Indonesia pada saat itu, ruang lingkup buku itu] memberikan sebuah pembacaan atas situasi dan serentak penilaian atasnya. Penilaian Kivlan berdasarkan hasil pembacaannya adalah salah satu bentuk penafsiran atas satu teks yang mahaluas yang terbuka untuk bentuk penafsiran lainnya. Jika Kivlan memberikan interpretasinya, dan ada juga pihak lain yang membuat interpretasi atas teks [pihak Wiranto, misalnya], maka belum tentu penafsiran mereka akan sama karena terkait kepentingan tertentu sebagai “zits im leben” setiap penulisan.
Baca Juga : Dilige et quod vis fac!
Baca Juga : Penga Kornelis : Koperasi Itu Jiwa Kita
Pertanyaannya, “bagaimana kita bisa menghasilkan sebuah interpretasi yang benar?” Ricoeur, sejauh yang saya tangkap tidak membicarakan tentang “teks aktual” [yang penulisnya atau penyaksi sejarahnya masih hidup] dalam hermeneutikanya. Karena itu peran seorang hermeneut sangat besar dalam arti kemandiriannya sangat ditantang. Tetapi berhadapan dengan teks yang penulisnya masih ada, satu-satunya jalan untuk mengetahui “kebenaran” yang terkandung dalam setiap teks yang hasil interpretasinya berbeda ialah membuat pengujian dan pembuktian langsung dengan menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang akan mendukung setiap argumentasi yang benar. Jika ia sanggup membuat pembelaan atas apa yang ditulisnya maka ia menyajikan itu atas kebenaran [dalam arti sempit: fakta berdasarkan data]. Tanpa itu setiap teks yang dibuat dan interpretasi yang keluar adalah usaha untuk memenangkan kepentingan ideologis tertentu, hal mana yang ingin didobrak oleh Ricoeur. Jika hal itu yang terjadi maka pernyataan Ricoeur tentang aktivitas menafsir sebagai tindakkan yang bermakna eksistensial menjadi nirmakna. Padahal menurut saya, kebenaran dan usaha menafsir merupakan tuntutan hakikat manusia sebagai ens rationale untuk mengais makna atas teks [karya tulis dan kehidupan] yang mahaluas.
Teks, Interpretasi dan Kaitan [maknanya] dengan Masa Depan
Dengan memberi tekanan bahwa teks berbicara tentang dunia, Ricoeur mengabaikan penulis dan situasi lingkungan dari penulis bersangkutan. Bagi Ricoeur, membaca sebuah teks berarti membiarkan diri kita dibawa oleh teks ke depan. Dengan itu, Ricoeur mengabaikan semua peristiwa yang melingkupi terbentuknya teks tersebut. Seorang penulis dalam tulisannya selalu memberi tekanan pada situasi yang dihadapinya. Dengan itu, penulis menghendaki agar setiap pembaca bisa mencermati situasi yang ada lewat tulisan tersebut. Benar bahwa setiap penulis dalam tulisannya memberi suatu visi ke depan buat pembaca, akan tetapi visi yang ditampilkan oleh penulis tersebut berangkat dari latar belakang tulisannya. Visi yang ditawarkan dalam tulisannya tidak terlepas dari apa yang penulis hadapi. Maksudnya, visi yang ada berpijak pada pengalaman penulis sendiri.
Dengan memberi tekanan pada sesuatu yang ada di depan teks, Ricoeur mengabaikan dan bahkan meniadakan makna yang ada dibalik teks tersebut. Padahal sebuah teks menyembunyikan sesuatu buat pembacanya. Ada makna yang tersembunyi di balik lahirnya teks. Lewat teks, penulis ingin mengungkapkan sesuatu yang terjadi dengan dirinya atau dengan lingkungan yang mengitarinya. Kita ambil contoh Kitab Suci. Untuk mengerti dan mengambil makna yang ditunjukan oleh sebuah teks Kitab Suci seseorang juga mesti mengenal latar belakang [sitz im leben] terbentuknya teks Kitab Suci tersebut. Jadi sebuah teks selain mengungkapkan suatu maksud bagi setiap pembaca, dia juga menyembunyikan suatu makna yang tersembunyi, atau tersirat.
Ricoeur mengatakan bahwa tindakan manusia serupa dengan teks. Dengan itu setiap tindakan manusia mesti diberi penafsiran. Sedangkan penafsiran bagi Ricoeur adalah sesuatu yang ada di depan. Tindakan manusia menunjukkan sesuatu makna ke depan. Pada hal tidak semua tindakan manusia memberi makna ke depan. Karena tindakan manusia juga terlahir dari situasi yang melingkupi batinnya. Jadi, tindakan seseorang tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dan dirinya sendiri. Ada sesuatu yang tesembunyi di balik tindakan seseorang.