Wisata Budaya dan Religi
Ada pertanyaan yang menggelitik, mengapa wisata budaya dan religi? Pertanyaan ini lahir dari rasa ingin tahu tentang fokus yang ingin dicapai oleh Pemda Manggarai. Dalam banyak kesempatan Bupati Hery Nabit menyampaikan bahwa pemetaan potensi pariwisata Manggarai berbasis kekayaan daerah yang secara nyata dimiliki. Pariwisata alam dengan pesona yang khusus seperti hewan langka Komodo telah menghipnotis wisatawan untuk berbondong-bondong ke Manggarai Barat. Selain itu, keindahan alam bahari, pulau-pulau dan kekayaan alam bawah laut telah menyihir pelancong untuk datang ke kabupaten ini.
Bagaimana dengan Manggarai? Tak dapat dipungkiri, Manggarai juga memiliki kekayaan alam yang indah. Bentangan pegunungan Mandosawu yang menawan hati, pantai berpasir putih, persawahan dengan pola pembagian berbasis nilai budaya dalam bentuk lodok juga memukau jiwa. Setara dengan kekayaan itu, perkampungan tradisional Wae Rebo menjadi magnet yang memiliki daya tarik tersendiri bagi tamu internasional. Pun Liang Bua sebagai cagar wisata khusus sangat diminati oleh banyak wisatawan dari seluruh penjuru dunia.
Baca Juga : Drs. Yohanes Damianus Jehuni : Pemimpin dengan Karakter Kuat
Baca Juga : Drs. Yohanes Segau: Panta rhei kai uden menei!
Semua potensi wisata itu sudah menjadi pengetahuan bersama. Namun ada yang belum menjadi fokus: Manggarai memiliki kekayaan budaya dan religi. Hal itu tampak dalam banyak aspek kehidupan. Dari sisi filosofis, Manggarai memili tatanan nilai yang kemudian terekspresi pada pola pikir “Gendangn one, lingkon pe’ang”. Gendang bukan saja sekedar sebuah rumah. Ia memiliki makna sebagai pusat kehidupan. Lingko bukan saja sebuah kebun komunal. Ia melambangkan dialektika kehidupan yang darinya kehidupan itu terus dilestarikan.
Pola perkampungan Manggarai yang eksotik ditandai oleh struktur yang tetap. Pa’ang olon-ngaung musin. Ada bagian depan kampung, ada bagian belakang. Ada tempat orang hidup, ada tempat orang mati yang diantarai oleh Compang (altar persembahan) dan Natas (lapangan bermain). Kampung-kampung adat di Kota Ruteng menyajikan sebuah pemandangan yang elok, secara kasat mata memperlihatkan sebuah struktur filosofi kehidupan masyarakat Manggarai.
Upacara-upacara adat (ritual) membahasakan adanya persambungan yang mutlak antara kehidupan dengan sumber kehidupan. Sebuah hubungan yang menjamin keberlangsungan nilai, perilaku dan tujuan. Upacara-upacara bukan saja membahasakan sebuah ritme kehidupan. Ia secara gamblang menegaskan arti kehidupan. Melalui upacara-upacara itu, manusia Manggarai menjadi mahkluk berpribadi dengan karakter kemanggaraiannya. Ia memiliki relasi vertical dan serentak horizontal.
Demikian halnya dengan hasil karya ciptaannya mempresentasikan jati dirinya baik dalam bahasa, system matapencaharian, organisasi sosial, system pengetahuan, kesenian dan system religi. Manggarai kaya dengan berbagai macam keseniannya. Tari Caci dipentaskan secara spektakuler dalam setiap perhelatan akbar. Danding, Sanda dan Mbata mengekspresikan kesenian dalam semua aspeknya. Roko Molas Poco menjadi sebuah ritual langka yang tiada duanya di dunia. Ia menjadi jembatan konseptual untuk merumuskan keseimbangan ekologis sekaligus sebuah epistemology kehidupan bagi relasi manusia dengan Sang Pencipta.
Baca Juga : Michael Ogos, B.A: Bona Culina, Bona Disciplina!
Baca Juga : Awas Bulan Maria!
Sejalan dengan kekayaan budaya dan religi asli Manggarai, Ruteng dikenal dengan sebutan sebagai kota religius. Gereja-gereja tertata apik. Menara-menaranya tinggi menjulang menjangkau langit. Biara-biara religius ada di mana-mana. Prosesi-prosesi keagamaan dijalankan secara intens menjadi event tahunan. Jalan Salib bersama yang berpusat di Lapangan Motang Rua menjadi salah satu ikon wisata religi. Selama bulan Mei dan Oktober perarakan Arca Bunda Maria dijalankan sebagai ungkapan iman. Perarakan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kota ini.
Di bulan Desember setiap tahun, kota ini dihiasi lampu warna-warni dan patung sinterklas di setiap lokasi strategis. Pesona natal terasa di mana-mana. Natal menjadi moment dimana ekspresi seni dalam setiap keluarga ditampilkan. Suasana Natal menjadi situasi sukacita yang dinantikan setiap tahun. Dibangun lagi konsep-konsep acara khusus seperti yang pernah secara simultan dilakukan beberapa waktu lalu: konser lagu Natal dan pementasan teater Natal. Dalam kalenderium wisata, Desember menjadi salah satu kesempatan yang indah.
Baca Juga : Yoseph Tatu : Motivator yang Visioner
Baca Juga : Siapa Menciptakan Tuhan?