In Memoriam Kanisius Barung
Mula pertama bertemu Pak Kanisius Barung sekitar tahun 1991. Kala itu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Guru Bahasa Indonesia kami, tamatan Universitas Sanata Dharma Jogjakarta, Dra. Editha Saka, merujukkan salah satu sumber pustakanya pada buku yang ditulis Pak Kanisius cum suis (dengan teman-temannya), diterbitkan oleh PT. Gramedia tahun 1990. Saya suka melihat para penulis buku. Itu bagian yang tak mungkin absen dari pandangan saya saat membaca sebuah buku. Ada adagium mengatakan, penulis kerap mencerminkan isi. Lalu muncul kebanggaan karena ternyata buku ini, salah satu penulisnya orang Manggarai.
Hingga tahun itu, nama penulis sohor yang tak mungkin dilupakan dalam pewacanaan Bahasa Indonesia adalah Dr. Gorys Keraf dengan puluhan buku dan artikel karyanya, termasuk yang paling banyak dibaca adalah buku Komposisi terbitan Nusa Indah. Munculnya nama Kanisius Barung setidaknya memiliki sebuah keterwakilan perasaan bahwa ada juga orang Manggarai yang berkarya dalam bidang bahasa.
Pertemuan tak terduga terjadi saat saya menjadi pengajar STKIP Santu Paulus tahun 2005. Sejak tahun 2003 kampus itu mengalami kesulitan yang teramat pelik, berhubung ada masalah internal yang berpuncak pada demonstrasi dan pengunduran diri dosen dan regenerasi yayasan. Persoalan antara sekolah dan yayasan, selama dua tahun, meluluhlantakkan banyak hal. Pergunjingan, perseteruan terbuka menjadi konflik yang berujung pada kekacauan, termasuk kebalauan akademik. Saya masuk pada saat ketegangan itu memuncak dan mencapai titik kulminasinya. Lalu ada itikad baik semua pihak untuk berdamai.
Meski sudah berdamai, serpihan-serpihan konflik masih terasa. Upaya untuk menyusun kembali kekuatan di segala aspek kampus menjadi sine qua non (syarat mutlak) untuk meneruskan denyut nafas akademik yang pada masa-masa sebelumnya berjalan abnormal. Saya dipercayakan untuk membangun Jurnal Ilmiah Missio. Jurnal ini sebelumnya ditangani oleh Pak Kanisius Barung. Di tangannya, ia bersama tim kerja, sempat menerbitkan satu edisi. Edisi ini kemudian menjadi cikal-bakal terbitan berkala kampus. Saya bersama teman-teman melanjutkan karya besar ini dengan beberapa modifikasi.
Jadilah jurnal ilmiah ini menjadi salah satu ikon penting kampus, khususnya untuk memublikasi kajian dosen kampus itu. Selain untuk pengembangan diri dosen, kehadiran jurnal ini menolong kampus dalam proses akreditasi mutu, baik Program Studi (Prodi) maupun Sekolah Tinggi. Di tangan saya, hingga masa jabatan berakhir, berhasil memublikasi 6 volume (12 edisi). Khusus untuk Prodi Teologi waktu itu meraih akreditasi A, grade paling bergengsi dengan rekor berturut-turut di Kopertis Wilayah VIII (Bali, NTB dan NTT).