Kanisiusdeki.com – Banyak komentar demikian: “Hati-hati, awas bulan Maria!” Komentar ini muncul dari kenyataan bencana yang terjadi di bulan Mei dan Oktober setiap tahun. Ada semacam anggapan dan mitos bahwa bencana seperti kecelakaan sepeda motor, tenggelam di sungai atau laut, tersambar petir, juga aneka bencana dan kemalangan adalah bagian dari siklus kejadian di bulan suci untuk penghormatan terhadap Bunda Maria, Ibu Yesus. Semakin besar dan luasnya anggapan semacam ini, mengikat keyakinan masyarakat untuk berhati-hati di bulan ini. Di Manggarai-Flores, anggapan ini demikian mengakar sehingga bulan Mei dan Oktober menjadi kumpulan hari yang misterius, mistis sekaligus menakutkan!
Jika kita telisik lebih dalam, anggapan semacam ini memang sangat kontradiktif dengan esensi Devosi kepada Bunda Maria sebagai Ibu yang berbelas kasih dan penuh cinta. Ia adalah Bunda Penolong Abadi, sebagaimana diungkapkan secara lengkap dalam alunan lagu-lagu Maria.
Baca Juga : Yoseph Tatu : Motivator yang Visioner
Baca Juga : HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR: Upaya Distansiasi Teks dan Pembaca-Sebuah Diskursus Reflektif-Kritis
Tempat Devosi Maria
Gereja Katolik memiliki tempat istimewa bagi Bunda Maria, Ibu Yesus. Tempat istimewa itu tampak dalam 4 dogma marialogis: kebundaan ilahinya, keperawanannya, kebebasannya dari dosa asal dan terangkatnya ia ke surge dengan jiwa-raganya.[1] Selain itu ditempatkan juga padanya gelar-gelar lain semisal oleh Paus Pius XII dan Paulus VI seperti “Ratu”dan “Bunda Gereja”. Muncullah konsep tentang Maria sebagai typos Gereja, gambar asli Gereja.
Konsili Vatikan II secara gamblang melalui Konstitusi Lumen Gentium menguraikan tentang Maria di bawah judul: “Santa Perawan Maria Bunda Allah dalam Misteri Kristus dan Gereja”. Ada 4 point besar dalam dokumen terkenal ini: 1) Pendahuluan, 2) Peran Santa Perawan Maria dalam Tata Keselamatan, 3) Santa Perawan dan Gereja dan 4) Kebaktian kepada Santa Perawan Perawan dalam Gereja.[2]
Dalam bagian tentang Kebaktian, dijelaskan tentang makna dasar dari kebaktiannya diungkap dalam Injil Lukas “Segala keturunan akan menyebutku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan karya-karya besar padaku” (Luk 1:48). Kerela-sediaan Maria menerima sapaan Tuhan melalui Malaikat Gabriel menjadikan dirinya Ibu bagi Sang Penebus, Yesus Kristus, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:26-38).
Baca Juga : Siapa Menciptakan Tuhan?
Baca Juga : Frederikus Narut Taku: Kepala Desa yang Mengubah Haluan
Demikianpun peran Maria dalam mendampingi Yesus. Ia berusaha menjadi ibu yang baik dengan mencari Yesus di usia 12 tahun (Luk 2:41-52), menemani Yesus dalam tugas pewartaanNya dan juga tetap setia hingga Yesus berada dalam kesengsaraan dan penderitaan (Yoh 19:16b-27).
Oleh perannya yang istimewa ini, pantaslah kiranya Gereja Katolik menempatkan Maria sebagai pribadi yang khusus dan istimewa dalam bingka peran strategisnya untuk tata keselamatan Yesus. Dokumen Lumen Gentium menyebutnya sebuah penghargaan yang pantas terutama yang bersifa liturgis. Devosi ini bukanlah sebuah penghormatan karena paksaan dan tanpa dasar. Dasar paling hakiki adalah iman sejati dalam pengakuan akan keunggulan Bunda Maria dan meneladani keutamaan-keutamaannya.
Maria dan Kita: Membangun Keutamaan
Dalam tradisi panjang Gereja Katolik yang teretang lebih dari 2.000 tahun, peran Maria diakui sangatlah luar biasa. Penampakkan-penampakkan Maria di banyak tempat: Guadalupe Mecxico (1531), Lourdes (1858), Fatima (1917), dan di beberapa tempat lain mengisyaratkan bahwa Maria adalah ibu yang selalu menolong anak-anaknya. Dalam berbagai kesusahan dan kesulitan hidup anak-anaknya ia selalu datang memberikan peneguhan. Dia adalah tanda harapan yang pasti serta hiburan bagi umat Allah yang berziarah.[3]
Baca Juga : Sistem Ijon Sudah Pamit
Baca Juga : Paulus Opot: Pegawai Teladan yang Mencintai Pendidikan
Secara rohani, devosi kita kepada Bunda Maria adalah usaha untuk mendapatkan pertolongan, perlindungan dan kasih sayang. Ia telah berjanji dalam penampakkan-penampakkannya untuk setia menjaga anak-anaknya sebagaimana dia telah melakukannya untuk Yesus. Banyak peristiwa mukjizat kesembuhan dialami oleh orang-orang yang dengan sepenuh hati melaksanakan devosi kepada Bunda Maria.
Sebagai seorang Ibu, Maria menjadi inspirasi bagi ibu-ibu dalam keluarga untuk mencintai keluarga dan anak-anak dengan segenap hati, melayani mereka dan membawa mereka kepada persatuan dengan Tuhan. Ia juga menjadi inspirasi bagi para gadis untuk menjaga kesucian hidupnya. Inspirasi yang sama bagi semua manusia untuk menjadi anak-anak yang setia pada Tuhan. Keutamaan-keutamaan Maria inilah yang menjadi pilihan nilai bagi kita.
Baca Juga : Markus Malar Taku: Bangun Kembali Menjadi Sekolah Favorit!
Baca Juga : Paulus Do : Non Scholae, sed vitae discimus!
Jika kita melihat aliran konsep dalam artikel ini, menjadi jelas bahwa mitos bulan Maria sebagai bulan penuh marabahaya tidak memiliki dasar yang kuat. Maria bukanlah ibu yang menciptakan bencana dan ketakutan massal. Ia malah seorang ibu yang penuh kasih. Sikap penuh hati-hati adalah sikap manusiawi yang menjadi tuntutan bagi siapapun di setiap saat. Bukan hanya pada bulan Mei dan Oktober.***
[1] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2 (Jogjakarta: Kanisius, 2004), hal. 420.
[2] Hardawirayana (penterj.), Dokumen Konsili Vatikan II (Jakarta: Obor, 1992) hal. 146-158.
[3] Georg Kirchberger, Allah Menggugat-Sebuah Dogmatik Kristiani (Maumere: Ledalero, 2007), hal. 438.